Aksi Unjuk Rasa Forum Kesatuan Perjuangan Rakyat Menuntut Kesetaraan UMK

Aksi Unjuk Rasa
Follow Us

Jurnal PilarNusantara | Korensponden : Hasyem

Bima NTB, PilarNusantara.id – Kamis, 9 Desember 2021 telah berlangsung aksi unjuk rasa dari Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), bertempat di depan kantor Bupati Bima jln. Soekarno Hatta No 01 Godo Desa Dadibou Kecamatan Woha Kabupaten Bima.

Bacaan Lainnya

Massa aksi tiba pada pukul 11.10 wita di depan kantor Bupati Bima langsung melakukan orasi politik secara bergantian, menuntut hak untuk hidup layak dan sejahtera adalah hak asasi bagi setiap manusia. Tidak terkecuali bagi buruh yang bekerja di sektor manapun. Tidaklah adil, kesejahteraan hidup hanya diperuntukkan untuk sebahagian kecil manusia yang mampu mengakumulasi sumberdaya alam (borjuasi) dan berstatus pejabat politik.

Pada kesempatan yang sama juga mas aksi menuntut dilakukan nya perubahan pada sistem pengupahan di Nusa Tenggara Barat (NTB). Jangankan memberikan jaminan Upah yang layak untuk menegakkan hak hidup layak dan sejahtera bagi buruh, memberikan jaminan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku pada sektor ketenaga kerjaan yang menerapkan upah minimum saja tidak mampu ditegakkan. hal tersebut terjadi dengan adanya banyak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan/pengusaha pada setiap sektor kerja yang ada di NTB.

Pada orasinya para pengunjuk rasa dari Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR) juga menuntut, untuk dilakukan perubahan pada Sektor pertanian adalah sektor paling vital bagi bangsa indonesia yang merupakan negara agraris. Diskriminasi terhadap hak hidup layak dan sejahtera bagi petani dilakukan dalam beberapa skema yang sangat sistematis. Kegagalan pemerintah dalam melakukan reforma agraria (pemanfaatan sumber-sumber agraria) untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia menjadi faktor utama dalam mendukung penegakan hak hidup layak dan sejahtera bagi petani.

Kegagalan reformasi yang terjadi pada pemerintah Kabupaten Bima dan Kota, antara lain :

* Agraria ini terjadi akibat beberapa hal. Pertama: gagalnya pemerintah dalam menerapkan konsep nasionalisasi aset-aset sumber-sumber agraria demi mendukung kesejahtraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah daerah maupun pusat lebih suka menjalankan konsep privatisasi/swastanisasi sumber vital agraria seperti pada sumber daya tanah, sumber daya Air, sumber daya laut dan pulau-pulau kecil, sumber daya hutan, sumberdaya tambang mineral dan batu bara, dan sumber daya udara.

* Kedua: gagalnya pemerintah dalam menciptakan industri nasional maupun daerah yang kuat pada sektor pertanian (industri agraris). Seharusnya, master plan percepatan pembangunan industri pertanian. mestinya menjadi prioritas pembangunan nasional maupun daerah mengingat negara kita adalah negara agraris.

* Ketiga: kegagalan pemerintah dalam memberikan jaminan praproduksi dan pascaproduksi. Pada tahap praproduksi petani masih dihadapkan pada rendahnya kualitas alat produksi, keterjangkauan kebutuhan pupuk dan obat-obatan yang murah dan berkualitas yang masih sangat rendah dan pengetahuan petani untuk teknik pengolahan lahan yang masih sangat rendah.

* Keempat: kegagalan pemerintah dalam menghasilkan kebijakan yang sangat mendukung sektor pertanian. Ketidak ketepatan sasaran subsidi pertanian mengakibatkan terjadinya kelangkaan pupuk dan penjualan jauh di atas HET serta tingginya obat-obatan pertanian di seluruh wilayah NTB. Selain itu, struktur anggaran yang diajukan oleh Pemerintah daerah yang cukup minim dan tidak berpihak pada sektor pertanian.

* Supremasi HAM dalam Sektor Pendidikan, Kapitalisasi Pendidikan Dalam Omnibuslaw dan Kampus Merdeka Hadirnya para pemodal untuk berinvestasi dan mengintervensi pendidikan tinggi, tentu adalah suatu hal yang patut untuk kita lawan. Perguruan tinggi sebagai lembaga publik di bidang pendidikan semestinya mementingkan kepentingan kepentingan publik.

Koordinator aksi unjuk rasa Sdr. Dilan, meminta agar pemerintah kabupaten bima, dapat merespon dengan baik terkait dengan adanya berbagai problematika yang dialami oleh masyarakat (Petani) Kabupaten Bima. (Korensponden/Hasyem/PN.id)

 

Tinggalkan Balasan