Seberapa Panas Awan ‘Wedhus Gembel’ Merapi?

Awan panas meluncur dari puncak Gunung Merapi, Minggu (12/3). (Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko)
Follow Us

Jurnal Pilar | Ibnu Sayyid Daffa

Jakarta, Pilarnusantara.id – Awan panas guguran alias wedhus gembel jadi salah satu gejala erupsi Gunung Merapi yang mematikan. Zona bahaya pun mesti dipatuhi. Bisa sampai berapa suhunya?

Sebelumnya, Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengungkap Gunung Merapi, dalam erupsi pada Sabtu (11/3), meluncurkan awan panas guguran 29 kali ke arah barat.

Bacaan Lainnya

Yang terbaru, Selasa (14/3), Merapi meluncurkan awan panas hingga 2 km.

Otoritas terkait pun menetapkan zona bahaya sejauh 7 km dari puncak Merapi. Jika tidak, ancaman awan panas bisa menghampiri.

Mengutip situs Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebagian besar korban erupsi Gunung Merapi pada Oktober 2010 merupakan korban awan panas yang sering disebut warga sebagai ‘Wedhus Gembel’.

Suhunya, kata Kementerian, dapat mencapai 1.000-1.100° Celsius saat keluar kawah, dan ketika menerjang permukiman suhunya menjadi sekitar 500-600° C.

Mantan Ketua Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono mengungkapkan kecepatan luncuran ‘Wedhus Gembel’ tersebut ditaksir mencapai 200 km/jam.

“Karena gerakan dari muntahan Merapi tersebut bergumpal-gumpal dan berwarna keputihan dan dari jarak jauh seperti bulu wedhus (domba) gembel maka warga setempat menamakannya Wedhus Gembel,” ujar Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Subandriyo.

Secara umum, kandungan ‘Wedhus Gembel’ yang nama ilmiahnya pyroclastic density flow adalah zat padat (debu volkanik dengan ukuran mulai dari ash sampai lapili), dan fase gas (CO2, sulfur, chlor, uap air dan lainnya) yang bercampur udara.

Pada Gunung Merapi, awan panas terbentuk oleh mekanisme guguran lava baru, sering disebut “nuee ardante d’ avalance”. Awan panas jenis ini akan mengalir melalui zona lembah sungai dan kanan/ kirinya, mengikuti arah aliran dari luncuran lava pada dasar lembah.

Muntahan material

Pakar geologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) M Haris Miftakhul Fajar, dikutip dari situs ITS, mengungkapkan erupsi merupakan proses alami yang berkaitan dengan proses endogenik dan disebabkan oleh ketidakstabilan dapur magma.

Menurut dosen Departemen Teknik Geofisika ini, merujuk pada kasus aktivitas seismik Gunung Semeru, gunung berapi menunjukkan peningkatan jumlah material vulkanik yang terkumpul di sekitar kawah.

Penumpukan jumlah material mengakibatkan puncak semakin tinggi. Sementara, ketidakstabilan lereng menjadi bertambah pula. Hal itu membuatnya mudah tergerus dan dapat mengakibatkan terjadinya runtuhan.

Meski material runtuhan sebagian besar berasal dari endapan material vulkanik dari erupsi sebelumnya, bukan material yang baru keluar akibat erupsi besar, material tersebut tetap menyimpan panas dengan suhu yang tinggi.

“Panas itu masih ada, karena ketebalan endapan material yang masif,” ujar Haris.

Selain itu, lanjutnya, sejak awal material keluar dari perut bumi panasnya mencapai suhu yang sangat tinggi, yaitu di sekitar 300-700° Celsius.

Sehingga, kata Haris, saat endapan material vulkanik runtuh, awan panas yang menyertai bersuhu sekitar 200 – 400° C dan masih terdapat pula lahar hujan yang juga bersifat panas.

Terpisah, geofisikawan Surono mengungkapkan suhu gas pada Merapi, mengambil contoh kasus 2010, kian meningkat saat aktivitasnya naik.

Pemantauan itu dilakukan uap dan atau gas (terutama CO2 dan SO2) yang keluar melalui rekahan di dalam atau di sekitar kawah aktif.

“Pengukuran temperatur/suhu fumarola berupa uap bercampur gas vulkanik yang keluar dari celah/retakan di puncak/kawah G. Merapi, menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan,” ujarnya, dikutip dari situs Universitas Parahyangan (Unpar).

Mengutip situs MAGMA Kementerian ESDM, fumarola merupakan hembusan gas gunung api yang dominan mengandung uap air.

Hasilnya, temperatur fumarola di Kawah Woro awal Mei 2010 mencapai 427° C, September 2010 mencapai 577° C, atau naik sekitar 150° C dalam 4 bulan.

“Pemantauan menunjukkan peningkatan kandungan gas berasal dari magma seperti antara lain C02 dan H2S, diikuti penurunan kandungan air H2O dalam fumarole,” kata Surono, mantan Kepala PVMBG itu.

Suhu lava

Hal panas lainnya yang mesti diwaspadai dari gunung berapi adalah lava atau lahar. Volkanolog dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Mirzam Abdurrachman mengatakan lahar punya berbagai karakteristik terkait panasnya.

Menurut Mirzam, dikutip dari situs ITB, lava yang keluar bersuhu tinggi akan berbentuk encer atau cair. Pada umumnya, lahar ini akan mulai mengalir ketika memiliki suhu di atas 700°C.

Ia menyebut perbedaan warna juga mencerminkan perbedaan suhu lava. Lava berwarna putih punya suhu di atas 1150° C, lava kuning keemasan bersuhu di atas 1.100° C, lava oranye suhu 900-1000° C.

Selain itu, lava berwarna merah buah ceri suhunya 700-800° C, lava warna merah tanah suhu 550-625° C, dan lava merah redup punya suhu di atas 475° C, serta lava pijar bak tungku pizza bersuhu 260-315° C.

Warna dari guguran lava tersebut, kata Mirzam, dapat menjadi referensi bagi masyarakat setempat untuk melakukan mitigas mandiri.

Namun, Mirzam menggarisbawahi soal lava dengan temperatur yang tinggi tetapi tidak mengalir jauh. Hal tersebut mesti diwaspadai karena ada potensi penyumbatan dan akumulasi energi dari magma yang belum keluar di bawahnya.

“Kita belajar sesuatu yang baru dari Gunung Merapi karena temperatur lavanya tinggi namun tidak mengalir jauh,” ucapnya.