Jurnal Pilar | Sayyid Daffa
Jakarta, Pilarnusantara.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa kali dalam satu dekade terakhir mengeluhkan sistem perizinan di Indonesia yang ruwet dan berdampak negatif pada sejumlah sektor terkhusus kegiatan ekonomi.
Teranyar, Jokowi menyoroti rumitnya proses perizinan acara konser musik hingga gelaran olahraga di Indonesia. Rumitnya izin itu menurutnya membuat Indonesia gagal mendatangkan Taylor Swift.
Jokowi kemudian mencontohkan gelaran Moto GP Mandalika beberapa waktu lalu. Menurutnya, penyelenggara acara saat itu harus mengantongi 13 surat izin hingga surat rekomendasi.
“Kalau saya jadi penyelenggara event itu lemes dulu sebelum bertanding event nya. Mungkin masih ada tambahan lagi izinnya,” kata Jokowi dalam acara peluncuran digitalisasi layanan perizinan penyelenggaraan event di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Senin (24/6).
Oleh sebab itu, Jokowi menekankan sistem perizinan di Indonesia harus dibuat semakin mudah sehingga penyelenggara acara tidak ribet dalam mengurus birokrasi perizinan.
“Saya tanya ke penyelenggara, karena memang urusan perizinan kita ruwet,” ujarnya.
Rumit izin investasi
Pada 15 November 2014, Presiden Jokowi mengungkapkan selama satu pekan melakukan lawatan kerja ke luar negeri dan bertemu dengan banyak pemimpin negara lain, ia selalu menerima keluhan lambatnya proses penerbitan izin investasi di Indonesia.
“Perizinan mereka ingin lihat kebijakan kita. Saya rasa tidak hanya Australia, tetapi negara lain juga,” kata Jokowi.
Untuk dapat meningkatkan minat investor menanamkan modalnya di Indonesia, Jokowi berjanji akan menyederhanakan proses perizinan.
“Masalah izin terlalu lama, saya sudah mendengar dari bawah, investor lokal maupun dari luar. Ada yang mau bangun pembangkit, urus izin bisa selama dua sampai enam tahun belum selesai. Bisa bubar kalau begini terus,” keluh Jokowi.
Izin pembangkit listrik butuh 930 hari
Pada 26 Januari 2015, Presiden mengeluhkan masih rumitnya alur penerbitan izin hingga menyebabkan izin keluar bertahun-tahun. Ia pun mencontohkan rumit birokrasi pembangunan pembangkit listrik di Indonesia.
“Saya beri contoh izin Power Plant ada 52 izin. Apa-apaan ini?” tanya Jokowi.
Menurut Jokowi, proses penerbitan izin harus disederhanakan agar waktu yang dibutuhkan pemohon tak terlalu panjang.
“Ini butuh 930 hari, coba suruh nunggu. Buat saya, enggak bisa seperti ini,” ujarnya.
Ruwet izin usaha perdagangan (SIUP)
Pada 15 Juni 2016, Presiden Jokowi juga mengakui perizinan di Indonesia ruwet dan bertele-tele. Hal itu ia sampaikan setelah menerima berbagai keluhan mengenai kesulitan memperpanjang SIUP.
Jokowi lantas mengisahkan pengalamannya beberapa waktu silam saat datang ke kantor untuk mengurusi SIUP.
“Saya datangi, coba saya mau ngerti mengurus SIUP itu yang benar berapa hari atau berapa jam sih,” kata Jokowi dikutip dari laman Kementerian PAN-RB.
“Saya datang nih syaratnya, diketik komputer. Saya rasa hanya dua menit rampung, lah kok bisa berminggu-minggu? tanya, ini sudah jadi kok bisa berminggu-minggu. Itu ruwetnya di mana,” ungkap Jokowi mengisahkan pengalamannya.
Jokowi pun mengungkap kerumitan itu bukan hanya terjadi saat mengurus SIUP saja, namun proses perizinan di pembangkit listrik juga begitu.
Izin di daerah yang lambat
Pada 23 Januari 2018, Presiden Jokowi menyoroti masih lamanya proses perizinan di daerah. Ia meminta agar daerah turut berupaya untuk menyederhanakan proses sebagaimana yang dilakukan pemerintah pusat.
“Untuk pembangkit listrik yang IPP (swasta), di pusat hampir tiap hari saya marahi, sekarang bisa 19 hari. Di daerah, mohon maaf, masih 775 hari. Sekarang kita buka semuanya, artinya ada problem di daerah,” kata Jokowi.
Hal yang sama juga didapatkan dalam hal investasi di bidang pertanian. Di pusat, proses perizinan sudah dapat dilakukan dalam 19 hari. Sedangkan di daerah, proses tersebut masih membutuhkan waktu selama 726 hari.
“Di bidang perindustrian, di pusat waktunya juga masih panjang, 143 hari. Di daerah 529 hari. Artinya masih banyak PR yang harus kita selesaikan,” kata dia.
Presiden mengingatkan, bila hal ini terus berlanjut, mustahil perekonomian Indonesia meningkat.
Izin penggunaan lahan yang berbelit
Pada 8 Juli 2019, Presiden memerintahkan jajarannya agar izin investasi yang berkaitan dengan barang ekspor dan substitusi impor dipermudah. Ia bahkan memerintahkan agar izin investasi tersebut diberikan secepat-cepatnya dengan ‘tutup mata’.
“Investasi yang berkaitan dengan ekspor, berkaitan dengan barang-barang substitusi impor tutup mata berikan izin secepat-secepatnya, tapi kejadian di lapangan tidak seperti itu,” kata Jokowi.
Jokowi mengatakan contoh izin yang masih lama tersebut bisa dilihat dalam pemberian izin penggunaan lahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pun izin investasi di bidang petrochemical yang sudah berhenti setahun lebih karena proses pengurusan di kementerian tersebut memakan waktu lama.
Investor ogah ke Pertamina dan PLN imbas ruwet birokrasi
Pada 20 November 2021, Presiden Jokowi mengungkapkan kekesalannya atas rumit prosedur investasi yang bakal dilewati investor sebelum berbisnis di Indonesia, terutama di BUMN.
Jokowi mengaku terkadang ingin marah atas ruwetnya birokrasi sehingga menghambat investasi masuk ke Indonesia.
“Saya melihat sebetulnya investasi yang ingin masuk ke Pertamina, ke PLN, ini ngantre dan banyak sekali. Tapi ruwetnya, ruwetnya itu ada di birokrasi kita dan juga ada di BUMN kita sendiri,” kata Jokowi.
Jokowi menyentil proses birokrasi investasi yang berbelit-belit sehingga membuatnya agak kesal. Oleh sebab itu, ia meminta agar dilakukan perbaikan prosedur investasi yang memudahkan investor masuk ke Indonesia.
“Posisi-posisi inilah yang harus terus diperbaiki dengan profesionalisme yang Bapak, Ibu, Saudara-saudara miliki,” ujarnya.
Birokrasi ruwet bikin investor kabur
Pada 7 Desember 2023, Presiden Jokowi menyoroti sulitnya melakukan pembebasan lahan dan sulitnya perizinan investasi. Di sisi lain, Indonesia dahulu terlalu fokus pada aspek pemasaran dengan slogan investasi mudah.
“Dulu, kita ini selalu berorientasi pada pemasaran terus, marketing terus. Begitu investor datang, pembebasan lahan gagal, balik enggak jadi investasi. Investor datang lagi, ruwet perizinan. Balik, kembali lagi enggak jadi investasi,” kata Jokowi.
Oleh karena itu, Kepala Negara meminta gubernur, bupati, hingga wali kota, maupun Kementerian Investasi membuat iklim investasi yang kondusif.